Menghargai Kekayaan Bahasa, Mengasah Literasi, dan Menguatkan Identitas Ulul Albab



Menghargai Kekayaan Bahasa, Mengasah Literasi, dan Menguatkan Identitas Ulul Albab

            Pertama,  mari kita bahas apa itu bahasa?, karena sebagaimana yang termaktub dalam judul pada term ke-satu “Menghargai kekayaan bahasa”. Lantas apa yang dimaksud dengan bahasa. Apabila kita bertanya kepada anak SMA mengenai apa itu bahasa? Pastinya mereka menjawab “bahasa adalah alat komunikasi untuk menjalin komnikasi antar individu”. Mengenai jawaban tersebut nampaknya tidak benar dan juga tidak salah juga, karena jawaban tersebut juga betul kebenaranya apabila dilihat dari segi fungsinya. Tetapi yang kita pertanyakan itu bukan dari segi fungsi, melainkan sesosok bahasa itu sendiri. Maka jawabanya harus berkenaan dengan “sosok” bahasa itu, bukan tentang fungsi bahasa. Bahwa “bahasa adalah alat komunikasi” untuk pertanyaan “apakah bahasa itu” memang wajar terjadi karena bahasa itu adalah fenomena sosial yang banyak senginya. Sedangkan segi fungsinya lah yang paling menonjol diantara segi lainya, maka itu tidak mengehrankan jika kebanyakan orang bahkan kebanyakan pakar juga yang mendefinisikan bahasa yang menonjolkan segi fungsi nya. Maka untuk menjawab dari definisi sebenarnya apa itu bahasa di tinjau dari segi “sosok” bahasa, Kridalaksana mengemukakan bahwa “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbirter yang digunakan oleh beberapa anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”

            Kemudian apabila definisi di atas dibutiri akan mendapatkan ciri atau sifat dari bahasa. Antara lain:

  1. Bahasa aitu adalah sebuah sistem
  2. Bahasa itu berwujud lambang
  3. Bahasa itu berupa bunyi
  4.    Bahasa itu bersifat arbirter
  5.   Bahasa itu bermakn
  6.    Bahasa itu konvensional
  7.  Bahasa itu bersifat uniK
  8. Bahasa itu bersifat universal
  9.  Bahasa itu bersifat produkti
  10.   Bahasa itu bervariasi
  11.   Bahasa itu bersifat dinamis
  12.   Bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial
  13. Bahasa itu merupakan identitas dari penuturnya

Kemudian hadirlah pertanyaan “kenapa pada jaman sekarang begitu beranekaragam bahasa sedangkan nabi adam sebagai manusia pertama menggunakan bahasa Arab?”. Pertanyaan tersebut mungkin adalah pertanyan yang tidak dipertanggunga jawabkan, karena tidak fakta ilmiah yang menyatakan nabi Adam menggunakan bahasa Arab ketika pertama kali di ciptakan atau ketika pertama kali turun ke dunia. Namun, sebagaian pendapat mengatakan nabi Adam untuk pertama kaliya menggunakan bahasa adalah dengan menggunakan bahasa yang sangat murni dan dipilih oleh Allah dengan kehendaknya sebagaimana dalam Qs Al-Baqoroh ayat 31 “ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”. Oleh karena itu, meskipun bahasa Arab memiliki kedudukan istimewa dalam agama Islam tetapi tidak ada bukti yang kongkrit menyatakan bahwa nabi Adam menggunakan bahasa Arab untuk pertama-kalinya berkomunikasi.

      Lantas kenapa pada jaman mutakhir saat ini, kemudian beraneka ragamnya bahasa yang ada di dunia ini. Sebenarnya keankearagaman tersebut adalah hasil proses yang panjang melibatkan perkembangan budaya, sejarah dan faktor sosial dari zamanya manusia pertama hingga detik saat ini. Setidaknya ada beberapa faktor yang mengakiatkan hal itu tejadi, bermula dari seiringnya waktu manusia sebagai mahluk hidup yang menjaga keberlangsungan hidupnya dengan memiliki keturunan dan memperbanyak demi menjaga dari kepunahan. Setelah proses berkembang biaknya dan menambah banyak popularitas manusia di muka bumi, kebiasaan manusia pada saat itu hidup nomaden atau berpindah-pindah tidak memiliki tempat beristirahat yang tetap. Karena kebiasaan itu manusia mulai terpisahkan dari mula nya satu kelompok menjadi beberapa kelompok. Kelompok kelompok tersebut kemudian terpisahkan dan saling menjauh untuk mencari makanan dan hidup yang bersifat nomaden. Karena faktor tersebutlah kemudian menghadirkan bahasa bahasa yang beragam juga dipengaruhi oleh fenomena yang dinamis dan sangat dipengaruhi interaksi sosial, migrasi, geografis dan kebutuhan komunikas manusia dalam bertahan hidup. Kemudian pada perkembanganya bagi orang-orang yang tinggal pada wilayah tertentu akan saling mengemban kosakata yang relevan dengan kondisi lokal mereka, seperti fola, fauna, dan segala sesuatu yang ada pada wilayah mereka. Juga pastinya akan berbeda dengan wilayah lainya yang secara geografis  dan sosial berbeda. Contoh kecilnya, ketika sebelum perkembangan komunikasi dan informasi yang sangat cepat seperti pada zaman ini, mungkin sebagian orang yang hidup di wilayah kutub bersalju pastinya tidak akan mengenal yang namnya gurun pasir atau wilayah sabana begitu pun sebaliknya. Selanjutnya, setelah kelompok-kelompok kecil tersebut berpisah dalam waktu yang sangat lama, seiring waktu mereka mulai mendiami wilayah yang dijajaki dengan secara permanen maka terbentulah kerajaan, negara atau peradaban baru dan kemudian mereka mengemban bahasa yang berbeda sebagai simbol dari identitas masing-masing. Disamping itu, faktor dari faktor sosial dan politik juga mempengaruhi akan keanekaragaman bahasa. Seperti halnya, pada zaman kejayaan Islam bahasa Arab menjadi bahasa utama dalam wilayah-wilayah penyebaran pada saat itu, di belahan wilayah Eropa selama bangsa Romawi berkuasa bahasa Latin disebarluaskan dan digunakan pada setiap gereja Katolik. Namun, meskipun bahasa lokal tetap berkembang. Sebagaimana, yang terjadi di negara Suriname. Suriname adalah negara yang berada pada wilayah bagian Amerika Selatan, meskipun Suriname berada sangat jauh dengan Indonesia tetapi sebagian orang menggunakan bahasa Jawa dalam keseharianya. Hal ini bisa terjadi karena Suriname juga dulunya merupakan wilayah jajahan Belanda yang pada saat itu kebijakan kolinal Belanda mengirimkan orang-orang Jawa untuk tinggal di sana dan kemudian berkembang biak, begitupun bahasanya. Hingga pada saat ini, ketika perkembangan teknologi dan komunikasi yang begitu mudah dan cepat juga berperan dalam mempengaruhi keragaman bahasa. Dengan adnya teknologi memungkinkan orang untuk mempelajari dan berkomunikasi dalam bahasa-bahasa yang sebelumnya tidak dipahami dan dijangkau.

Penjelasan tesebut juga sejalan dengan penjelasan QS Al-Baqoroh ayat 213 “Kānan-nāsu ummataw wāḥidah” (Manusia itu adalah umat yang satu). Mayoritas musafir menjelaskan bahwa yang dimasud ummah adalah kepercayaan berdasarkan ketauhidan, sementara kat al-nas mengacu pada aspek manusia dalam kontek sosialnya. Penggunaan kata -al-nas mengacu pada aspek sosiologi, dimana manusia adalah mahluk homo socius yang tidak bisa hidup sendiri dan pastinya saling berinteraksi dan kemudian membentuk sebuah karakter budaya dan tradisi yang khas. Kegiatan intrekai tersebut pastiya menggunakan bahasa.

Kemudian bagaimana kita menyikapi keragaman bahasa seperti ini, dalam QS Ar-Rum ayat 22 yang berarti "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dan bumi dan perbedaan bahasa kalian dan warna kulit kalian. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui." Pada firman Allah tersebut, sudah dijelaskan perbedaan bahasa dan warna kulit manusia itu merupakan tanda-tanda kebesaran dari Allah SWT. Juga, dalam suatu hadits menyatakan "Allah berfirman: 'Aku telah menurunkan kepadamu empat kitab, dan Aku telah mengutus para nabi untuk menyampaikan wahyu-Ku dalam bahasa-bahasa yang kalian mengerti, dan Aku juga menurunkan bahasa-bahasa yang berbeda sebagai rahmat bagi umat manusia.'"
(HR. Sahih Muslim). Dari kedua dalil tersebut dapat kita pahami dan yakini, bahwa dari keberagaman bahasa yang terjadi pada umat manusia adalah suatu bentuk anugrah yang Allah berikan kepada umat manusia dan hal ini menjadi petanda bahwa akan kebesaran tuhan dalam penciptaan manusia sebagai mahluk yang berakal juga mahluk yang paling sempurna. Maka, jika kita tinjau lebih mendalam akan manusia sebagai mahluk yang sempurna dari kepemilikanya atas bahasa dapat dilihat dari mahluk lainya seperti hewan. Walaupun hewan mempunyai cara tersendiri dalam penyampainya untuk menyampaikan komunikasi dengan suara nya masing-masing, tetapi itu bukan bagian dari bahasa. Karena apa yang dilakukan oleh hewan itu hanya sebatas penyampaian beberapa kejadian seperti suara lebah ketika mendesis itu penanda bahwa dia sedang mempertahankan sarangnya atau wilayahnya ataupun suara ayam berkokok itu merupakan pagi hari telah tiba, semua itu merupakan bukan termasuk dari bahasa. Sebagaimana yang di lakukan oleh manusia dalam mengirimkan imformasi, bertukar pemikiran, dan sebagai sarana komunikasi itulah disebut dengan bahasa. Hal demikian juga sebagaimana dalam suatu hadits "Allah tidak menurunkan bahasa kepada umat manusia kecuali dengan cara yang mereka pahami. Dan Dia memberi mereka kemampuan untuk berkomunikasi dengan bahasa yang mereka kenali." (HR. Sahih al-Bukhari).

Kedua, kita bahas apa itu literasi? Khalayak umum seringkali mengartikan literasi adalah kemampuan membaca dan menulis semata. Padahal pemaknaan literasi tidak sesempit tadi, melainkan literasi mencangkup juga pada kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mengkritisi informasi yang diterima. Pada dasarnya literasi adalah keterampilan untuk menggunakan informasi secara efektif dan bijak.

Tetapi, kita coba lebih fokuskan pada literasi dalam aspek membaca terkusus membaca buku. Karena berbagai lembaga survei menyatakan bahwa minat literasi baca buku orang Indonesia sangatlah rendah. Sebagaiman yang dikatakan oleh lembaga UNESCO menyebut indeks baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1000 orang Indonesia hanya 1 orang yang rajin membaca buku. Dengan angka tersebut sudah menunjukan bagaimana minat baca di Indonesia sangatlah rendah. Dari 1000 orang masyarakat Indonesia yang rajin membaca buku hanyalah satu orang. Kemudian kita sangkut pautkan dengan angka pengangguran  Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pengangguran mencapai 7,2 juta orang, turun dari 7,99 juta pada Februari 2023. Capaian ini menjadi angka pengangguran terendah sejak era reformasi 1997, yang tercatat sebesar 4,69 juta. Walaupun data tersebut mengatakan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia terendah dari tahun sebelumnya, tetapi masih menyatakan tertinggi di ASEAN. Lantas apa keterkaitan angka pengangguran dengan kurangnya minat baca? Hal ini dapat kita tinjau bahwa minat baca yang rendah memiliki pengaruh tidak langsung terhadap tingkat pengangguran. Hal ini mengarah pada keterbatasan, pengetahuan, keterampilan, dan motivasi yang dibutuhkan dalam dunia kerja yang kompetitif.

Dengan demikian, bagi bangsa yang minat bacanya rendah akan memiliki tingkat pengangguran yang tinggi kemudian peradaban bangsa tersebut juga akan terpengaruhi. Coba bandingkan saja negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat yang memiliki minat baca lebih tinggi dibandingkan Indonesia memiliki kualitas SDM yang lebih maju dan kemajuan peradaban lebih maju di sana daripada di Indoneisa.

Sejarah mencatat juga, dalam sejarah peradaban Islam pastinya akan mengenal dengan perpustakaan Baitul Hikmah. Ketika pada saat itu Islam berada pada masa keemasanya, sebagaimana juga dalam bidang ilmu pengetahuan. Dengan kehadiranya Baitul Hikmah yang dibangun pada masa Khalifah al-Ma’mun di Baghdad, Irak sekitar abad ke-9 menjadi pusat pengetahuan dan penerjemahan untuk kemajuan peradaban pada saat itu. Pada saat itu, sekitar 400.000 hingga 500.000 naskah pada puncak kejayaannya. Dengan jumlah pengetahuan yang begitu monumental maka melahirkan tokoh-tokoh yang sangat luar biasa. Seperti al-Khawarizmi, al-Farabi, al-Razi, Ibn Sina dan masih banyak tokoh terkemuka lainya. Dengan demikian, minat baca yang tinggi didukung oleh ketersediean yang sangat bermanfaat memberikan kontribusi pada peradaban. Kita telaah lebih mendalam sebagaimana dengan Baitul Hikmah menjadikan pusat penerjemahan ilmu pengetahuan, pengembangan ilmu pengetahuan, peningkatan intelektual dan menghadirkan peradaban yang maju berdarkan pengetahuan yang didukung oeh minat baca.

Namun, pada zaman sekarang perpustakaan terbesar sekaligus terlengkap berada di Amerika Serikat. Perpustakaan tersebut dinamai Library of Congress, pada perpustakaan ini menyimpan lebih dari 160 juta item penting. Perpustakaan yang terletak di Washington, D.C memiliki tiga bangunan utama. Pertama bangunan Thomas Jefferson yang memiliki luas 150.000 meter persegi, kedua bangunan John Adams memilii luas sekitar 240.000 meter persegi dan yang ketiga bangunan James Madison yang memiliki luas sekitar 226.000 meter persegi. Maka jika ditotalkan secara keseluruhan memiliki 600.000 meter persegi (6,5 juta persegi) atau dapat hampir sama dengan sekitar 86 lapangan sepak bola. Luas perpustakaan yang begitu luasnya hingga bisa menampung 160 juta item secara keseluruhan dan 40 juta buku dalam koleksinya. Dengan bangunan yang sangat luas dan koleksi yang sangat begitu lengkap juga bermacam-macam akan mendukung ilmu pengetahuan dan kemajuan akan suatu peradaban disana.

Dari dua peran perpustakaan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa hadirnya perpustakaan dan minat baca yang tinggi akan membuat suatu peradaban di wilayah tersebut sangat maju. Sebagaimana peradaban keemasan Islam pada saat itu dengan Baitul Hikmah nya, juga kemajuan negara Amerika Serikat dengan perpustakaan Library of Congress. Mengapa bisa demikian, dikarenakan “Budaya Literasi adalah Fondasi kemajuan”. Peradaban bermula pada suatu individu, dalam suatu inidividu ketika melakukan kebiasaan kemudian individu lainya juga melakukan kebiasaan yang sama maka disebutlah kelompok. Kelompok-kelompok individu tersebut menjalin suatu hal yang memiliki kesamaan kelompok individu lainya walaupun pastinya adanya sedikit perbedaan maka akan membentuk suatu bangsa yang menghadirkan satu organisasi kemasyarakatan untuk mengatur perbedaan didalmnya. Dengan adanya suatu bangsa yang terdiri dari kumpulan individu-individu yang memiliki kebiasaan yang sama akan membentuk suatu peradaban. Dengan demikian, kita dapat pahami jikalau suatu individu memiliki kebiasaan minat yang baca, kemudian berkumpul menjadi kelompok yang memiliki kebiasaan minat baca yang tinggi juga akan menjadi bangsa yang memiliki minat baca yang tinggi. Dengan hal tersebut, bangsa yang yang memiliki minat baca yang tinggi akan membuat suatu perdaban yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan kemajuan yang didapatkan oleh minat baca yang tinggi.

Namun, jika sebaliknya apabila dalam suatu individu yang kurang akan minat baca dan berkumpul dalam kelompok yang kurang minat bacanya juga manjadi suatu bangsa yang kurang akan minat baca. Maka, akan menghadirkan peradaban suatu bangsa yang memiliki kemunduran dan kemorosotan dikarnekan peradaban yang tidak dipimpin oleh ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan tentunya didapatkan dengan membaca.

Lantas, seperti apa penjelasan diatas bahwa kasus akan penganggurang di Indonesia yang sangat tinggi secara tidak langsung di akibatkan oleh minimnya minat baca orang Indonesia. Dapat dikatakan bahwa kebiasaan individu orang Indonesia minim akan minat baca. Kemudian individu tersebut bergabung menjadi suatu kelompok yang memiliki kebiasaan minim minat baca dari individu lainya yang kurang akan minat baca, akan menghadirkan bangsa yang sulit berkembang karena tidak didukung oleh ilmu pengetahuan yang didaptkan dari membaca. Sehingga pada saat ini Indonesia masih menjadi negara tertinggal dari beberapa negara maju lainya yang memiliki minat baca tinggi. Dengan membaca setidaknya akan bisa mempengaruhi akan pengangguran di Indonesia, karena dengan membaca akan menuntuk kita pada pengetahuan yang bisa menyelesaika problematika pada saat ini.

Ketiga, mari kita kenali lebih dalam dengan pemaknaan akan ulul albab. Dalam bahasa Arab ulul albab berdasarkan dua kata. Ulul yang memiliki arti ‘yang mempunyai’ dan albab seringkali diartikan ‘akal’. Sebagaimana dalam Qur’an kata ulul albab muncul sebanyak 16 kali. Jadi, dapat diartikan makna dari ulul albab adalah orang yang memiliki akal atau orang yang menggunakan akal nya dalam setiap keadaan.

Menurut pembacaan beragam tafsir ayat-ayat yang mengandung kata ulul albab menghasilkan kesimpulan besar. Ulul albab menghiasi aktivitas dengan dua aktivitas utama, yaitu berpikir dan berdzikir.

Konsep ulul albab dalam berdzikir bukan hanya sebatas pemaknaan sempit dengan mengucapkan tasbih, tahmid, atau tahlil dalam keseharianya. Konsepan ulul albab dalam berdzikir memiliki makna yang luas. Disini konsep dari berdzikir dapat diartikan bentuk segala sesuatu yang mampu membuat kita dengan Allah. Baik hubungan vertikal transedental yang langsung berhubungan dengan tuhan atau yang kita kenal dengan hablu minallah, maupun hubungan horisontal sosial yang memiliki hubungan dengan sesama atau kita kenal dengan hablu minannas.

Selanjutnya dalam berpikir, melibatkan semua bentuk aktivitas dalam berpikir. Seperti melibatkan objek fenomena alam pada pergantian malam dan siang serta penciptaan langit dan bumi sebagaimana dalam QS Ali Imran ayat 190-191, fenomena sosial, fenomena sejarah dan lainya yang melibatkan berpikir. Maka, dengan selayaknya manusia yang diberikan anugrah untuk senantiasa menggunakan akalnya untuk berpikir pada berbagai fenomena yang terjadi, kerana dengan berpikirlah kita dapat melihat anugrah tuhan yang begitu besar pada berbagai fenomena yang terjadi.

Sebagai sebuah konsep, ulul albab dapat kita telaah dapat kita dibumikan dengan beberapa strategi antara lain meningkatkan integrasi. Meningkatkan integrasi dapat menjaga berdzikir dan berpikir, iman dan ilmu. Kemudian dapat di implementasikan dalam tiga level islamisasi. Pertama Islamisasi diri, dengan ulul albab kita bisa menjadi diri yang memiliki kepribadian yang shaleh. Kedua Islamisasi intuisi, dengan ulul albab kita dapat memberikan nilai dalam setiap keputusan yang diambil. Ketiga Islamisasi ilmu, dengan hal ini kita dapat mengintegrasikan ilmu pengatahuan dengan nilai-nilai Islam.

Strategi lainya dengan mengasah sensitivitas. Berpikir membutuhkan sesitifitas. Dengan sensifitas akan menghasilkan pemikiran yang peka dan beragam. Fenomena yang sama akan memiliki makna yang beragan jika didekati dengan tinkat sensitivitas yang berbeda. Sensitivitas dapat kita asah dengan perulangan, hal ini sejalan juga dengan QS al-Alaq ayat 1-3, pada ayat tersebut memiliki perulangan untuk untuk mengingat tuhan. Juga, strategi ulul albab dapat mengembangkan imajinasi. Dengan ulul albab kita selalu berusaha berpikir kritis, kreatif dan mendalam sehingga kita dapat memiliki pemikiran yang maju dan tidak terjebak dalam sifat yang tekatif. Ditambah dalam hal ini juga ulul albab dituntut untuk berdzikir, dimana kita akan mengingat dan mendalami apa yang telah terjadi. Kemudian konsep ulul alba dituntut juga untuk menjaga indepedensi. Ulul albab senantiasa terbiasa berpikir indipenden. Tidak dilandasi oleh kepentingan saat ini dan konteks kini. Landasan berpikirinya harus bernilai perenial atau abadi. Kita diminta untuk mandiri dalam berpendapat, bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dan berhati-hati dalam menilai. Indipenden ini menjadi sangat penting di era ketika emosi lebih mengemuka dibandingkan akal sekat.

 





Komentar